Kamis, 30 Juni 2011

Kontes Koki = Koki's Contest



Alhamdulillah bisa posting lagi nih, kali ini posting sebuah cerpen lagi. Tapi tenang, bukan sambungan Aku, Kamu dan Ceritaku untuk Dunia part 4 maupun the series atau the movie.
Sebenernya dah lumayan lama mau ngepost cerpen ini, tapi beberapa kegiatan dan lain hal akhirnya ter’urungkan deh niat ngepostnya. Ini cerpen yang gue kirim ke bagian pengumpul karya2 anggota FSI. Sebuah ke’NEKAT’an bagi gue ngirimkan cerpen kaya gini dan pastinya udah ditolak di depan pintu pagar rumah si empunya kewenangan buat dipublikasikan. Tapi untungnya gue punya plan B yaitu ngepublish sendiri, walaupun mungkin yang baca ga banyak atau gue ga terkenal, tapi bukan itu tujuan gue postingin cerpen ini, gue cuma pengen sedikit berbagi dengan orang2 yang dah nyasar dan merasa sayang untuk berhenti dan mencari jalan keluar karena sudah terjerumus dalam postingan demi postingan gue.
Oke, teruntuk orang2 yang telah nyasar dan berniat meneruskan ngebacanya saya ucapkan SELAMAT MEMBACA,

Kontes Koki

“Menuju puncak gemilang cahaya
Mengukir cita seindah asa
Menuju puncak impian di hati
Bersatu janji kawan sejati
Pasti berjaya di akademi........”

Terdengar sayup-sayup lagu yang mengiringi kegerahan kami disebuah taman, rasanya tak sabar lagi untuk memesan es kelapa dan segera melahapnya. Tapi sang pemilik warung sedang kebanjiran pesanan, sehingga kami harus sedikit bersabar. Diwaktu yang seadanya ini, saya membuka pembicaraan dengan menceritakan dongeng yang saya dapatkan disebuah majalah anak-anak.


Di sebuah kota kecil tersebarlah kabar bahwa akan diadakan perekrutan anggota koki istana. Terkisahlah Udin..
(menyela) “Looh??kok Udin sih namanya,,Apa ga ada nama yang lain lagi??”, tanya salah seorang teman yang sepertinya antusias mendengar cerita saya.
“Itu bukan nama aslinya bro.nama panggilannya aja.”, jawabku.
Terus,,siapa nama aslinya.?”, tanyanya lagi masih penasaran.
“Nama aslinya ‘Kokiudin’..”, jawab saya dengan wajah tanpa dosa.
Gubraaak..Sekejap teman saya jatuh dari tempat duduknya, tapi saya berprasangka baik saja terhadapnya, mungkin karena efek hujan lebat kemaren sore seehingga bangku taman itu menjadi licin, kataku dalam hati.
***
Kembali ke jalan cerita.


Udin pun berniat untuk mencoba peruntungannya disana, dia yang seorang koki sebuah warung kecil di pinggiran jalan merasa sangat terhormat jika berhasil masuk dalam jajaran koki istana. Dia pasti akan terkenal di seantero negeri. Suasana terik matahari pun bukan menjadi halangan bagi hampir seluruh warga kota yang antusias berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menjadi tukang masak raja ini.
Setelah proses yang lumayan lama dan melewati beberapa tahap seleksi akhirnya dipilihlah Udin terpilih menjadi salah satu dari 12 orang yang dipilih mewakili kota masing-masing. Udin senang dapat mewakili kota tempat tinggalnya, kota yang dulunya tempat dia tumbuh besar, kini saatnya dia yang membesarkan namanya dan juga kota tempat tinggalnya.
Masuk ke tahap nasional, Udin memerlukan dukungan sms untuk tetap bertahan di panggung perkokian istana. Walaupun belum masuk ke istana beneran, keduabelas peserta terpilih itu ditempatkan di sebuah rumah dan harus menjalani diklat ruangan 3X seminggu serta setiap akhir pekan mereka harus menunjukkan keahlian memasak mereka dihadapan dewan komentator pyaitu ara tetua koki Istana untuk menilai rasanya, para artis untuk menilai penampilannya, serta penyanyi ngetop untuk menilai suaranya (Haah,,suaraa???).
Karena merupakan wakil pertama dan satu-satunya dari kotanya, maka seluruh warga kota berusaha keras mengikhlaskan pulsanya untuk mendukung Udin. Hingga akhirnya Udin masuk tahap Final dimana peserta-peserta lain sudah berguguran, tinggal 3 peserta tersisa. Dan tahap final ini, kali ini juri berasal dari Kepala Koki Istana langsung karena dia tak ingin penerusnya sebagai koki istana adalah orang dengan kemampuan memasak pas-pasan. Pangeran sebagai calon penerus Raja pun turut turun langsung menilai masakan ketiga koki ini, di babak final sms tak berlaku lagi, dan diklat ruangan diperbanyak sehingga jadi 5 kali seminggu ditambah penampilan mereka dilayar kaca setiap akhir pekan.
Setiap kali diklat ruangan diadakan lomba dan siapa yang kalah akan mendapat hukuman. Hal ini tentu saja membuat para finalis sedikit gusar. Udin tetap optimis melalui babak final ini. Dalam beberapa minggu tidak akan ada yang dieliminasi karena mereka masih harus diklat dulu.
Saat tantangan untuk memasak daging sapi, Kepala Koki Istana segera mencicipi daging yang sudah dimasak ketiga finalis. Finalis pertama dan kedua mendapat pujian dari sang Kepala Koki Istana, menurutnya daging yang mereka masak sudah pas. Sekarang giliran daging masakan Udin yang dicicipi.
“Hueks, daging masakanmu masih rada mentah, masaknya kurang merata, apinya terlalu besar sehingga ada bagian yang gosong.”, kritikan pedas yang diterima Udin. Berbeda dengan dua saingannya, mereka malah tersenyum simpul merasa menang.
Di lain tempat dan kesempatan, tantangan yang diberikan lebih beragam, tentunya kali ini mereka tidak  dikomentari tentang penampilan maupun olah vokal lagi, tapi masakan mereka, senjata utama mereka menuju istana.
Setiap tantangan yang diberikan setiap itu pula komentator alias kepala koki selalu mencela hasil masakan Udin. Dan giliran kedua peserta yang lain dia malah memujinya. Apakah ada teori konspirasi dalam acara ini, apa ada udang dibalik bakwan bikinan Udin?
Udin sudah merasa tidak tahan,hampir tiap hari dia selalu mendapat kritikan dari komentator. Setiap hari pula wajahnya merah padam menahan emosi efek celaan dan hinaan dari finalis lainnya. Udin pun berniat kabur dari rumah tempat mereka menginap tersebut. Setelah melompati pagar, Udin berlari sekencang-kencangnya. Tak ingin ada yang melihat kekaburannya apalagi ketahuan pihak satpam or televisi. Bisa dicap sebagai buronan dia.
Sesampainya di kota, dia pun menyamar dengan menggunakan kumis, rambut palsu, menggunakan kacamata hitam tebal agar tak ada warga kota yang mengenalinya. Kalau tidak bisa mampus dia ketahuan pulang ke rumah padahal semestinya dia masih di diklat.
Sesampainya di rumah dia langsung menemui ibunya dan menangis tersedu-sedu, karena dia gagal membuat bangga ibunya, serta orang-orang kotanya. Si ibu hanya memandang teduh wajah anaknya itu, yang ketika berangkat begitu bersemangat dan optimis bisa menang. Kali ini pulang sebelum jadwal, kabur dari acara,latihan dan unjuk kebolehan.
Udin pun menceritakan apa yang membuatnya kabur dari acara itu. Dia bilang kepala koki itu pilih kasih, terlalu menganakemaskan kedua finalis lain, dan selalu memuji keduanya. Sang ibu hanya tertawa kecil mendengar cerita anaknya.
“Anakku...ketika kamu menaiki sebuah kereta yang ditarik oleh kambing dan kuda, yang mana diantara keduanya yang kamu cambuk agar keretamu berjalan cepat.?”, tanya ibunya.
“Tentu saja aku akan mencambuk kuda wahai ibuku, kambing itu binatang yang lemah, kalau ku cambuk terus  dia akan semakin kelelahan.”, jawab si anak asal.
“Betul anakku, karena kuda jalannya lebih cepat dari kambing, jika kamu mencambuknya dia akan memaksa kambing berjalan lebih cepat untuk mengimbanginya, jika kamu mencambuk kambing maka kecepatan keretamu hanya akan tetap sama, karena kambing lebih lambat dari kuda.”, jelas si ibu.
“Iyaa, buu...Terus ada maksud apa ibu menanyakan itu padaku Bu.”
“Begitu juga kondisimu Nak, walaupun kamu lebih sakit karena dicambuk, tapi yakinlah itu karena kepala koki istana itu ingin membuatmu lebih cepat sampai. Dia ingin kamu ibarat kuda yang harus dicambuk terus agar kereta berjalan lebih cepat.”, terang si Ibu.
Seolah mendapat penerangan dari si Ibu, Udin segera bersiap dan berangkat kembali ke kota, ke tempat mereka menginap, menerima diklat. Sekembalinya dari rumah, Udin kembali menjadi orang yang optimis, setiap kritikan yang diberikan Kepala koki istana kepadanya, tak diambil hati olehnya, dia terima dan berusaha memperbaikinya. Hinaan dan cemoohan dari finalis lainnya pun tak terlalu dipedulikannya. Di otaknya masih terngiang pesan ibunya yang membangkitkan semangatnya.
Akhirnya masakan Udin perlahan tapi pasti sudah tidak terlalu mendapat komentar. Hal ini karena Udin segera bangkit dan mengambil pelajaran dari kesalahan-kesalahannya sebelumnya.
Di suatu kesempatan Kepala Koki istana pun menanyakan kepada Udin, apa yang membuatnya selalu semangat walaupun mendapat kritikan darinya, setelah mendapatkan jawaban Udin, si koki-pun tertawa. Dia membetulkan cerita Udin tersebut.
Tibalah hari pengumuman, dan Udin yang sudah siap dengan segala sesuatunya akhirnya terpilih sebagai juara, dan langsung dilantik sebagai Kepala Koki Istana yang baru. Masakannya pun terkenal di seantero negeri dan dia menjadi Koki terbaik sepanjang sejarah.
***
“Naaah, begitulah cerita dongeng dari saya hari ini.”, kataku seraya meminum es kelapa yang sedari tadi begitu menggoda untuk segera meredakan dahaga ditenggorokan.
Terus apa dong hikmah dari cerita kali ini?”, tanyanya.
“Biasanya saya akan membiarkan pembaca untuk menarik kesimpulan sendiri, tapi kali ini akan saya gambarkan sedikit maksudnya.”
“Ada tiga poin yang ingin saya tonjolkan, yang pertama Kita akan dimudahkan dalam langkah meraih kesuksesan ketika kita berprasangka baik terhadap kritikan, saran, masukan yang dialamatkan kepada diri kita. Yang kedua dapat mertransformasikan kritikan dan cemoohan tersebut menjadi sebuah pemikiran positif dan memperjelas langkah kita. Yup kira-kira begitulah kesimpulannya.”
Tunggu...itu baru dua poin, poin yang terakhir apa,?” katanya seraya mencatat dibuku sakunya.
“Oouch iya ya,,poin terakhirnya adalah jadilah ibarat kuda yang ketika dicambuk berlari lebih cepat sehingga kereta pun berjalan lebih cepat.”, kataku seraya berlari secepat mungkin meninggalkan teman saya. Harapan saya sih biar dia mau membayarkan es kelapa yang kami minum tadi.
Tapi satu hal yang saya lupa. Kuda berlari meninggalkan jejaknya. Sedangkan saya, berlari berharap agar dibayarkan, malah meninggalkan dompet di atas meja. Tentu saja itu bukan sebuah kerugian bagi teman saya.
***
Semoga Bermanfaat ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

;